KH. Muhammad Said Gedongan Cirebon

Kang Agus

Haul ke-91 KH. Muhammad Said Gedongan: Mengenang Sang Ulama Peletak Dasar Pesantren Gedongan

Haul ke-91 KH. Muhammad Said Gedongan yang diperingati pada hari Sabtu, 19 Maret 2022, menandai bahwa Pondok Pesantren Gedongan kini telah berusia hampir satu abad. Meski demikian, jika dibandingkan dengan Pondok Buntet Pesantren, pesantren tersebut memang lebih dulu berdiri. Hal ini karena KH. Muhammad Said sendiri bukanlah kelahiran Gedongan, melainkan lahir di daerah Tuk, Sindanglaut, Cirebon pada awal tahun 1800-an.

Pada masa itu, daerah Tuk menjadi pusat pengembangan pesantren yang sangat penting, yang turut dibangun oleh para tokoh besar seperti Mbah Kiai Muqoyyim, Mbah Kiai Ardisela, dan Mbah Kiai Ismail. Ayahanda KH. Muhammad Said, yaitu KH. Murtasim, juga berasal dari Tuk.

Saat itu, pesantren juga telah berdiri di Buntet dan Benda Kerep. KH. Muhammad Said sempat mempertimbangkan tiga pilihan: meneruskan pesantren ayahnya di Tuk, membantu kakak iparnya KH. Sholeh di Benda Kerep, atau bergabung bersama adik iparnya KH. Abdul Jamil di Buntet. Namun akhirnya, beliau memilih mendirikan pesantren sendiri di wilayah Gedongan, yang saat itu masih berupa hutan belantara.

KH. Muhammad Said-lah yang pertama kali menempati Gedongan. Ia membuka hutan, membangun pesantren, dan mulai mengajarkan ilmu kepada para santri dari berbagai penjuru. Bahkan, beliau menikahkan para santri laki-lakinya dengan santri perempuan agar mereka menetap dan membentuk komunitas di Gedongan.

Jika kita mengenal istilah "masyarakat pesantren" dan "pesantren masyarakat", maka di Gedongan keduanya berpadu. Masyarakatnya adalah bagian dari pesantren, dan pesantrennya menjadi bagian dari masyarakat. Inilah salah satu keunikan Gedongan yang tidak dimiliki oleh pesantren lain.

Meski sebagian warga Gedongan bukanlah keturunan langsung KH. Muhammad Said, mereka adalah keturunan para santri awal beliau. Maka tak heran, bahkan tukang becak di Gedongan bisa membaca Al-Qur'an dengan baik, berbeda dengan masyarakat di daerah lain.

Haul ini menjadi momen penting untuk memuliakan KH. Muhammad Said, sosok yang tidak hanya mendirikan pesantren di Gedongan, tapi juga turut menurunkan dan mengembangkan pesantren di berbagai daerah. Beliau juga bersaudara ipar dengan KH. Sholeh, pendiri Pondok Pesantren Benda Kerep. Bahkan, putra sulung KH. Muhammad Said, yaitu KH. Nahrowi, dinikahkan dengan putri KH. Sholeh.

Dari pernikahan itu lahirlah KH. Misbah, yang kemudian memiliki putra bernama KH. Yahya. Maka nasab lengkap KH. Yahya adalah: KH. Yahya bin KH. Misbah bin KH. Nahrowi bin KH. Muhammad Said Gedongan. KH. Yahya kini merupakan sesepuh Pondok Pesantren Al-Misbahiyyah di Blok Sumur Nangka, Desa Kondangsari, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon.

Sementara itu, KH. Abu Bakar Muhtarom yang kini menjadi sesepuh Pondok Pesantren Gedongan, juga merupakan keturunan KH. Muhammad Said dari jalur KH. Abdul Karim (adik KH. Nahrowi). Sedangkan KH. Wawan Arwani sendiri berasal dari jalur KH. Siroj, putra bungsu KH. Muhammad Said.

Meski Buntet lebih dulu berdiri, namun pada masa KH. Muhammad Said, justru Gedongan menjadi rujukan utama para ulama. KH. Abdul Jamil (adik ipar beliau dari Buntet) dan KH. Sholeh Zamzami (Benda Kerep) selalu berkonsultasi kepada KH. Muhammad Said dalam menetapkan hukum dan kebijakan pesantren.

Walaupun nama KH. Muhammad Said tidak banyak disebut dalam sejarah perjuangan melawan Belanda, beliau dikenal sebagai ulama yang tegas dan non-kooperatif terhadap penjajah. Saat menjabat sebagai penghulu Keraton Kasepuhan, beliau tetap bersikukuh menetapkan awal Ramadan yang berbeda dari keputusan Belanda, meski ditekan oleh pihak Kesultanan. Akibat sikapnya yang teguh, beliau akhirnya diberhentikan dari jabatan tersebut.

Selain itu, meskipun Pondok Pesantren Gedongan tidak pernah diserang Belanda secara langsung, masyarakat percaya bahwa karomah KH. Muhammad Said menjadikan pesantren itu terlindungi. Konon, saat Belanda hendak menyerang, pesantren berubah menjadi lautan sehingga tak bisa ditemukan.

Hadirin yang dimuliakan Allah, kisah ini menjadi pengingat bahwa kita tidak akan pernah rugi jika senantiasa dekat dengan para ulama dan mencintai mereka. Terutama kepada KH. Muhammad Said, pendiri Pondok Pesantren Gedongan, semoga Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada beliau dan seluruh keturunannya.

Disarikan dari dawuh KH. Wawan Arwani Amin, cicit KH. Muhammad Said Gedongan dan Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon, dalam acara Haul KH. Muhammad Said, Sabtu, 19 Maret 2022.

Sejarah Desa
Sejarah Desa Menyajikan asal-usul, tokoh, dan sejarah desa di Indonesia sebagai upaya melestarikan warisan budaya untuk generasi mendatang.

Post a Comment for "KH. Muhammad Said Gedongan Cirebon"